Kamis, 04 Juni 2009

Teori Belajar

TEORI BELAJAR DALAM KONSEPSI HINDU dan KONTRUKTIVISME MODERN

Oleh : Made Rasta

Teori Analogi Filsafat Nyaya
Rsi Gotama, sebagai tokoh yang menulis filsafat Nyaya mengemukakan bahwa ada empat cara dalam mendapatkan ilmu pengetahuan, yaitu sabda, upamana, anumana dan pratyaksa. (Musna.1986:4). Dari keempat cara ini upamana merupakan teori belajar yang sering diadopsi para pemikir-pemikir open mind, dengan menganalogikakan sesuatu yang terasa sulit dinalar dengan obyek-obyek duniawi. Sebagai contoh, analogi pencarian Atman sebagaimana diungkapkan dalam Svetasvatara Upanisad dalam Prapathaka I Chanda 16
Tilesu tailam dadhiniva sarpir apas
srotassuaranisu cagnih
evam atmani grhyate’sau satyenaninam
tapasa yo’nupasyati
Artinya :
Seperti minyak yang dapat diperoleh dari biji sesam dengan jalan meremasnya, mentega dari air susu dengan jalan mengaduknya, air dari dasar sungai yang kering dengan jalan menggalinya, api dari kayu dengan jalan menggosok-gosoknya, demikian juga Diri Yang Maha Agung itu dapat dihayati keberadaan-Nya bila seseorang mencarinya dengan latihan rohani.
(Titib. 1994. h. 36)

Inti dari Teori Analogi adalah seseorang akan belajar dari apa yang dipikirkannya tentang yang abstrak menggunakan sesuatu yang tidak abstrak . Jadi dasar pemikiran teori analogi dalam filsafat Nyaya adalah memahami sesuatu yang abstrak dengan analogi sesuatu yang realistik. Sebagai contoh dapat kita perhatikan bagaimana Gede Prama bertutur tentang lidah daging, lidah cahaya dalam buku Jalan-Jalan Penuh Keindahan.
“Lidah daging memang terlihat jelas oleh mata. Lidah cahaya dilihat oleh mata yang lain...dalam perjalanan menemukan lidah cahaya, hanya komunikasi ke dalam yang mengantar kesana. Berbeda dengan lidah daging yang amat boros suara dan kata-kata, perjalanan menemukan lidah cahaya amat irit suara dan kata-kata. Bahkan ada yang berani mengatakan tidak butuh suara dan kata-kata”.
(Gede Prama. 2004:180-182)

Teori Metaforma Todd Siler
Dalam Teori modern, teori analogi diperkenalkan sebagai teori metaforma yang digagas oleh Todd Siller, dalam teori ini pengetahuan dibangun melalui penciptaan makna dengan membuat koneksi, terlebih dahulu kemudian akan menyusul temuan-ciptaan-terapan.
Dalam pandangan teori metaforma pada hakekatnya semua manusia jenius, oleh sebab itu dalam belajar ia harus memunculkan kejeniusanya sendiri. Todd Siler mengatakan :
“Anda dapat belajar memanfaatkan kejeniusan milik sendiri, memanggil daya kreativitas kapan saja Anda mau. Anda dapat belajar berpikir jenius melalui proses yang saya sebut bermetaforma” (Todd Siler. 1997:24)

Proses metaforma dimulai dengan koneksi, yaitu menyambung dua hal atau lebih. Koneksi kadang mengarahkan menuju pemahaman, yaitu saat kita mengalami pemahaman intuitif. Untuk menghasilkan koneksi, dalam bermetaforma kita menggunakan berbagai bentuk perbandingan dan usaha: metafora, analogi, ungkapan, cerita, fable, lambang, permainan kata, dan hipotesis. Salah satu atau semua cara ini dapat dimanfaatkan untuk membuat koneksi, yang selanjutnya pikiran intuitif akan membawa Anda pada tingkat berikutnya temuan dan usaha akan menghasilkan ciptan dan terapan. Sebagai contoh, Leonardo da Vinci mengamati kemiripan anatara cabang-cabang pohon dan bentuk kanal. Diungkapkannya koneksi mengarah ke pemahaman “kanal mirip cabang pohon”. Lenardo meneliti koneksi ini dengan membuat struktur luar dan dalam cabang pohon. Ia bersifat terbuka untuk mengalami berbagai kemungkinan yang ada di alam, akibat keterbukaan ini ia menemukan informasi baru tentang cara pohon mengatur aliran zat gizi dan air. Akhirnya gambar yang dibuatnya telah membantu pemahamannya tentang aliran air dalam sistem kanal. Selanjutnya usaha telah membawa Leonardo pada suatu ciptaan alat sistem transportasi terusan air yang unik, dan terapan selanjunya oleh Leonardo memunculkan kreativitas mesin penggiling bertenaga angin dan air, yang berlanjut pada temuan-temuan seputar roda gigi dan pengungkit untuk memudahkan menjalankan penggilan. (Todd Siler.1997:40-43)

Teori Persepsi Vedanta
Teori Vedanta tentang persepsi adalah bahwa pikiran keluar melalui mata dan indra lainnya dan mengambil wujud dari obyek yang ada di luar. Dalam teori ini, sinar pikiran dikatakan pergi keluar mengambil wujud dan bentuk serta meliputinya. setelah itu barulah terjadi persepsi. Persepsi terhadap sebuah benda hanya akan mungkin terjadi jika pikiran telah mengambil wujud benda tersebut secara utuh. Jadi dalam teori belajar ini bentukan atau konstruksi pengetahuan bukan ada pada benda luar akan tetapi ada dalam bentukan pikiran si pembelajar. (Sri Svami Sivananda. 2003:86)
Dasar pemikiran dari teori persepsi vedanta adalah pernyataan beberapa sloka upanisad, seperti berikut :
“Ketika seseorang berpikir, maka ia akan mengerti; tanpa memiliki pikiran maka seseorang tidah akan tahu; hanya setelah memiliki pikiran seseorang akan memahami”
(Candogya Upanisad. dalam Svami Sivananda.2003:82

“Aku kehilangan ingatan (tidak berpikir); maka aku tidak mendengar. Aku kehilangan ingatan (tidak berpikiran), maka aku tidak tidak melihat. Maka nyatalah bahwa seseorang melihat dengan pikiran, mendengar dengan pikiran. Keinginan, determinasi, ketidakyakinan, keteguhan, kegoyahan, rasa malu, intelek, semua terjadi hanya terjadi dalam pikiran. Oleh karena itulah, ketika disentuh dari belakang, seseorang bisa mengetahuinya dengan pikiran”
(Bbrihadranyaka Upanisad, dalam Sri Svami Sivananda. 2002:82)

Menurut filsafat samhkya, dasar yang sebenarnya dari persepsi adalah mata hanyalah daging yang merupakan intrumens ekternal (karana) bagi persepsi. Organ penglihatan adalah adalah sebuah pusat yang ada di otak; demikian juga dengan semua organ indera yang lainnya. Dari analisa persepsi inilah muncul pengetahuan, pikiran menuju budhi, yang kemudian diteruskan menjadi perubahan tingkah laku sesuai konsepsi belajar seseorang.

Teori Konstruktivisme Von Glaserfeld
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Von Glaserfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas), pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Seseorang membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuannya yang diperlukannya sendiri. (Paul Suparno. 1996:18)
Realitas kebenaran dari sutu pengetahuan yang diperoleh pembelajar merupakan hasil konstruksinya sendiri, pengetahuan luar hanyalah respos yang memberi rangsang untuk pengembangan pengetahuan yang telah ada dalam dirinya.
Secara sederhana, konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan merupakan konstruksi dari kita. Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian/pengetahuan secara aktif (tidak hanya menerima dari guru dan lainnya), siswa harus mencoba melalui metode trial and error, dengan demikian akjan terakumulasi pengetahuan yang benar.

Teori Realistik dari Filsafat Jaina
Teori belajar menurut filasafat jaina, bahwa seseorang memperoleh pengetahuan dengan cara langsung (aparoksa) dan tak langsung (paroksa). Pengetahuan yang diperoleh secara langsung melalui pengamatan indria adalah pengetahuan relatif. Pemahaman obyek-obyek melalui indera-indera atau pikiran (manas) secara langsung adalah pemahaman maya. (Maswinara I Wayan. 1999:44). Pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang diperoleh secara tidak langsung melalui analis internal. Jadi konsepsi belajar dalam filsafat Jaina adalah pembelajar dengan idria (keluar) dan pembelajaran dengan perenungan (ke dalam). Segala yang ada di luar diri kita sesungguhnya telah ada dalam diri kita, inilah dasar pembelajaran filsafat ini.

Refensens

Prama I Gede. 2004. Jalan-Jalan Penuh Keindahan. Jakarta : PT Gramedia.

Paul Suparno. 1996. Filsafat Konstruktivisme Pendidikan. Yogyakarta : MST

Sri Svami Sivananda. 2003.Pikiran Misteri dan Penaklukannya. Paramita : Surabaya

Todd Siler. 1997. Thik Like a Genius. Kaifa : Bandung

1 komentar: